Selasa, 16 Februari 2016

Pustaka >> Ulumul Hadits
Ilmu Hadits Dirayah
Ilmu hadits dirayah adalah bagian dari ilmu hadits yang mempelajari kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ikhwal sanad, matan, cara-cara menerima dan menyampaikan hadits, sifat-sifat rawi dan lain-lain. Definisi ini sesuai dengan makna kata dirayah yang secara bahasa berarti pengetahuan dan pengenalan. Kegunaan ilmu ini tidak lain untuk mengetahui dan menetapkan diterima (maqbul) dan ditolak (mardud)nya suatu hadits.

Ilmu hadits dirayah ini memiliki beberapa cabang yang berkaitan dengan sanad, rawi, dan matan hadits. Cabang-cabang penting yang berkaitan dengan sanad dan rawi, antara lain:

    ’Ilm al-Jarh wa at-Ta`dil adalah ilmu yang membahas hal ikhwal rawi (periwayat) dengan menyoroti kesalehan dan kejelekannya, untuk menentukan periwayatannya dapat diterima atau ditolak. Untuk menunjukkan atau menilai kekuatan periwayatan seseorang digunakan ungkapan-ungkapan seperti:

    => "orang yang paling terpercaya",

    => "orang yang kuat lagi teguh", dan => "orang yang tidak cacat"


Sebaliknya guna memperlihatkan atau menilai kelemahan periwayatan seseorang dipakailah ungkapan-ungkapan seperti:

    => "orang yang perlu diteliti",
    => "orang yang tidak dikenal", dan ==> "orang yang paling dusta".


Berkaitan dengan `Ilm al-Jarh wa at-Ta`dil para `ulama hadits menggunakan istilah-istilah sebagai berikut:

    => Jarh yaitu penolakan seorang ulama hadits terhadap riwayat seorang rawi karena adanya petunjuk mengenai perangai atau riwayatnya yang tercela.

Penyebab jarh menurut rumusan para ulama adalah:

        o al-Bid`ah (menambah-nambahi dalam urusan agama);
        o al-Jahalah (asing/tidak dikenal); dan
        o al-Gholat (kacau/tidak kuat/salah hafalannya)

    => Tajrih adalah identifikasi terhadap seorang rawi dengan berbagai karakter yang melemahkannya atau menyebabkan riwayatnya ditolak;
    => `Adi sebagian pengertiannya adalah seorang muslim yang telah dewasa, berakal, dan tidak fasik;
    => Ta`dil adalah identifikasi terhadap seorang rawi dengan mencari-cari sifat baiknya, sehingga periwayatannya dapat diterima.


    `Ilm Rijal al-Hadits adalah ilmu yang mengkaji keadaan rawi dan perilaku hidup mereka, mulai dari kalangan sahabat, tabi`in, dan tabi`it-tabi`in. Bagian dari ilmu ini adalah `ilm tarikh rijal al-hadits yaitu kajian terhadap periwayat hadits dengan menelusuri tanggai kelahiran, garis keturunan, guru sumber hadits, jumlah hadits yang diriwayatkan dan murid-muridnya;
    `Ilm Thobaqot ar-Ruwat adalah ilmu yang membahas keadaan periwayat berdasarkan pengelompokan tertentu.


Cabang-cabang ilmu dirayah hadits yang berkaitan dengan matan hadits adalah:

    `Ilm Ghorib al-Hadits adalah ilmu yang membahas masalah lafal atau kata yang terdapat dalam matan hadits yang sulit dipahami, baik karena nilai sastranya yang tinggi maupun karena sebab yang lain. `Ulama perintis bidang ini ialah Abu Ubaidah Ma`mar bin Musanna at-Tamimi;
    `Ilm Asbab Wurud al-Hadits adalah ilmu yang membahas latar belakang atau sebab-sebab lahirnya suatu hadits.

Rabu, 10 Februari 2016

Kalimat dalam Bahasa Indonesia

A. Pengertian Kalimat

Sering kali kita mendengar kata ‘kalimat’, lalu apakah sebenarnya kalimat itu? Kalimat merupakan suatu kumpulan beberapa kata yang tersusun sehingga membentuk sesuatu yang bermakna dan dapat dimengerti oleh pendengar maupun pembacanya. Kalimat merupakan bentuk pengungkapan pikiran seseorang dalam mengekspresikan diri serta kehidupannya. Kalimat dapat digunakan sebagai alat komunikasi dan interaksi antara satu individu dengan individu lainnya. Kalimat memiliki pola dan struktur sederhana yaitu subjek dan predikat, serta memilki intonasi dan makna.

B. Jenis-jenis Kalimat

– Kalimat Tunggal

Kalimat yangq hanya mempunyai satu pola kalimat, yaitu hanya memiliki satu subjek dan predikat.

– Kalimat Majemuk

Kalimat dengan ciri memiliki dua pola kalimat atau lebih. Kalimat ini terdiri dari induk dan anak kalimat. Cara membedakan anak kalimat dan induk kalimat yaitu dengan melihat letak konjungsi. Induk kalimat tidak memuat konjungsi didalamnya, konjungsi hanya terdapat pada anak kalimat.

Setiap kalimat majemuk mempunyai kata penghubung/konjungsi yang berbeda, sehingga jenis kalimat tersebut dapat diketahui dengan cara melihat kata penghubung yang digunakannya. Jenis-jenis kalimat majemuk adalah:

1. Kalimat Majemuk Setara
2. Kalimat Majemuk Rapatan
3. Kalimat Majemuk Bertingkat
4. Kalimat Majemuk Campuran

a. Kalimat Majemuk Setara

Pengertian :

Kalimat Majemuk Setara adalah kalimat majemuk yang terdiri atas beberapa kalimat yang setara/sederajat kedudukannya. Kalimat Majemuk Setara adalah penggabungan dari 2 kalimat / lebih dengan menggunakan kata hubung.

Terdiri dari:

1. Kalimat majemuk setara sejalan

Kalimat majemuk setara yang terdiri atas beberapa kalimat tunggal yang bersamaan situasinya.

Contoh: Vani memasak nasi, Merry memasak bubur sedangkan Riyan memasak sayur.

2. Kalimat majemuk setara berlawanan

Kalimat majemuk setara yang terdiri atas beberapa kalimat yang isinya menyatakan situasi yang berlawanan.

Contoh:
Billy anak yang tegar, tetapi tidak dengan adiknya.

3. Kalimat majemuk setara yang menyatakan sebab akibat

Kalimat majemuk setara yang terdiri atas beberapa kalimat tunggal yang isi bagian satu menyatakan sebab akibat dari bagian yang lain

Contoh : Willy sukses menjadi pengusaha rental mobil, karena dorongan dan semangat dari kekasihnya.

b. Kalimat Majemuk Bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang terjadi dari beberapa kalimat tunggal yang kedudukannya tidak setara/sederajat.

Jenis-jenisnya:

1. Kalimat majemuk hubungan waktu
Contoh : Yuni sedang pergi, ketika kami datang untuk berkunjung.

2. Kalimat majemuk hubungan syarat
Ditandai dengan : jika, seandainya, asalkan,apabila, andaikan
Contoh : Jika ayah sudah berhasil mengumpulkan uangnya, ayah akan mendaftarkan haji tahun ini.

3. Kalimat majemuk hubungan tujuan
Ditandai dengan : agar, supaya, biar.
Contoh : Pendidikan karakter tersebut bertujuan untuk membangun pribadi mahasiswa agar lebih baik.

4. Kalimat majemuk konsensip
Ditandai dengan : walaupun, meskipun, biarpun, kendatipun, sungguh pun
Contoh : Walaupun rangkingnya turun, Namia berusaha untuk tetap mengejar ketinggalannya.

5. Kalimat majemuk hubungan penyebaban
Ditandai dengan : sebab, karena, oleh karena
Contoh : Aku sengaja tidak datang di acara tersebut, karena aku enggan bertemu dengan dia.

c. Kalimat Majemuk Campuran

Adalah kalimat yang merupakan hubungan antara majemuk setara dan majemuk bertingkat.

Contoh : Namia datang ketika ayah sedang di kantor dan ibu sedang menjenguk tetangga.

C. Unsur Sintaksis Dalam Kalimat

1. Subjek
Fungsi subjek merupakan pokok dalam sebuah kalimat. Pokok kalimat itu dibicarakan atau dijelaskan oleh fungsi sintaksis lain, yaitu predikat.

2. Predikat
Predikat merupakan unsur yang membicarakan atau menjelaskan pokok kalimat atau subjek.

3. Objek
Objek memiliki fungsi yang kehadirannya dituntut oleh verba transitif pengisi predikat dalam kalimat aktif.

4. Pelengkap
Pelengkap adalah unsur kalimat yang berfungsi melengkapi informasi, mengkhususkan objek, dan melengkapi struktur kalimat. Pelengkap (pel.) bentuknya mirip dengan objek karena sama-sama diisi oleh nomina atau frasa nominal dan keduanya berpotensi untuk berada langsung di belakang predikat.

5. Keterangan
Keterangan adalah unsur kalimat yang memberikan keterangan kepada seluruh kalimat. Sebagian besar unsur keterangan merupakan unsur tambahan dalam kalimat. Seperti : waktu, tempat, tujuan, sebab, akibat, dll.

D. Pengertian dan Syarat Kalimat Efektif

Pengertian Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang mengungkapkan pikiran atau gagasan yang disampaikan sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain.

Kalimat efektif syarat-syarat sebagai berikut:
1.secara tepat mewakili pikiran pembicara atau penulisnya.
2.mengemukakan pemahaman yang sama tepatnya antara pikiran pendengar atau pembaca dengan yang dipikirkan pembaca atau penulisnya.

Ciri-Ciri Kalimat Efektif

1.Kesepadanan
Suatu kalimat efektif harus memenuhi unsur gramatikal yaitu unsur subjek (S), predikat (P), objek (O), keterangan (K). Di dalam kalimat efektif harus memiliki keseimbangan dalam pemakaian struktur bahasa.

Contoh:
Budi (S) pergi (P) ke kampus (KT).

Tidak Menjamakkan Subjek
Contoh:
Tomi pergi ke kampus, kemudian Tomi pergi ke perpustakaan (tidak efektif)
Tomi pergi ke kampus, kemudian ke perpustakaan (efektif)

2.Kecermatan Dalam Pemilihan dan Penggunaan Kata
Dalam membuat kalimat efektif jangan sampai menjadi kalimat yang ambigu (menimbulkan tafsiran ganda).

Contoh:
Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu mendapatkan hadiah (ambigu dan tidak efektif).
Mahasiswa yang kuliah di perguruan tinggi yang terkenal itu mendapatkan hadiah (efektif).

3.Kehematan
Kehematan dalam kalimat efektif maksudnya adalah hemat dalam mempergunakan kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu, tetapi tidak menyalahi kaidah tata bahasa. Hal ini dikarenakan, penggunaan kata yang berlebih akan mengaburkan maksud kalimat. Untuk itu, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan untuk dapat melakukan penghematan, yaitu:
a. Menghilangkan pengulangan subjek.
b. Menghindarkan pemakaian superordinat pada hiponimi kata.
c. Menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat.
d. Tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk jamak.

Contoh:
Karena ia tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama di rumahku. (tidak efektif)
Karena tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama di rumahku. (efektif)

Dia sudah menunggumu sejak dari pagi. (tidak efektif)
Dia sudah menunggumu sejak pagi. (efektif)

4.Kelogisan
Kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat dengan mudah dipahami dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku. Hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal.

Contoh:
Untuk mempersingkat waktu, kami teruskan acara ini. (tidak efektif)
Untuk menghemat waktu, kami teruskan acara ini. (efektif)

5.Kesatuan atau Kepaduan
Kesatuan atau kepaduan di sini maksudnya adalah kepaduan pernyataan dalam kalimat itu, sehingga informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan kepaduan kalimat, yaitu:
a. Kalimat yang padu tidak bertele-tele dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidak simetris.
b. Kalimat yang padu mempergunakan pola aspek + agen + verbal secara tertib dalam kalimat-kalimat yang berpredikat pasif persona.
c. Kalimat yang padu tidak perlu menyisipkan sebuah kata seperti daripada atau tentang antara predikat kata kerja dan objek penderita.

Contoh:
Kita harus dapat mengembalikan kepada kepribadian kita orang-orang kota yang telah terlanjur meninggalkan rasa kemanusiaan itu. (tidak efektif)
Kita harus mengembalikan kepribadian orang-orang kota yang sudah meninggalkan rasa kemanusiaan. (efektif)

Makalah ini membahas tentang teknologi fiber optik. (tidak efektif)
Makalah ini membahas teknologi fiber optik. (efektif)

6.Keparalelan atau Kesajajaran
Keparalelan atau kesejajaran adalah kesamaan bentuk kata atau imbuhan yang digunakan dalam kalimat itu. Jika pertama menggunakan verba, bentuk kedua juga menggunakan verba. Jika kalimat pertama menggunakan kata kerja berimbuhan me-, maka kalimat berikutnya harus menggunakan kata kerja berimbuhan me- juga.

Contoh:
Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (tidak efektif)
Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan. (efektif)
Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (efektif)
CHarga sembako dibekukan atau kenaikan secara luwes. (tidak efektif)
Harga sembako dibekukan atau dinaikkan secara luwes. (efektif)

7.Ketegasan
Ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan terhadap ide pokok dari kalimat. Untuk membentuk penekanan dalam suatu kalimat, ada beberapa cara, yaitu:

a. Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal kalimat).
Contoh:
Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain.
Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini. (ketegasan)

Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan negara ini dengan kemampuan yang ada pada dirinya.
Harapan presiden ialah agar rakyat membangun bangsa dan negaranya. (ketegasan)

b. Membuat urutan kata yang bertahap.
Contoh:
Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar. (salah)
Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar. (benar)

c. Melakukan pengulangan kata (repetisi).
Contoh:
Cerita itu begitu menarik, cerita itu sangat mengharukan.

d. Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan.
Contoh:
Anak itu bodoh, tetapi pintar.

e. Mempergunakan partikel penekanan (penegasan), seperti: partikel –lah, -pun, dan –kah.
Contoh:
Dapatkah mereka mengerti maksud perkataanku?
Dialah yang harus bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas ini.

Daftar Pustaka

http://adlanfadhillah.blogspot.com/2013/10/pengertian-kalimat-dan-jenisnya.html (26-10-2014 8:35)
http://abcdanis.blogspot.com/2013/05/pengertian-dan-contoh-kalimat-majemuk.html (26-10-2014 8:37)
http://berbahasa-bersastra.blogspot.com/2012/01/unsur-dan-ciri-kalimat-efektif.html (26-10-2014 8:40)
http://dim24.wordpress.com/2010/11/07/pengertian-dan-syarat-kalimat-efektif/ (26-10-2014 8:41)

Jumat, 05 Februari 2016

Hawalah (PENGALIHAN HUTANG DALAM HUKUM ISLAM)
A. DEFINISI Hawalah
Secara bahasa pengalihan utang dalam hukum islam disebut sebagai hiwalah yang memiliki arti lain yaitu Al-intiqal dan Al-tahwil, artinya adalah memindahkan dan mengalihkan.
Penjelasan yang dimaksud adalah mentransfer utang dari tanggungan muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal'alaih (orang yang melakukan pembayaran utang).
محل إلى محل من النقل: لغة
Sedangkan pengertian Hiwalah secara istilah, para Ulama 'berbeda-beda dalam mendefinisikannya, antara lain sebagai berikut:
Menurut Hanafi, yang dimaksud hiwalah
الملتزمدمة إلى المديون دمة من لبة المطا نقل
"Memidahkan tagihan dari tanggung jawab yang berutang kepada yang lain yang punya tanggung jawab pula".
 Al-Jaziri berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Hiwalah adalah:
دمةإلى دمة من الدين نقل
"Transfer utang dari tanggung jawab seseorang menjadi tanggung jawab orang lain".
 Syihab al-din al-Qalyubi bahwa yang dimaksud dengan Hiwalah adalah:
دمة إلى دمة من دين انتقال يقتضى عقد
"Akad yang mengatur transfer beban utang dari seseorang kepada yang lain".
 Muhammad Syatha al-dimyati berpendapat bahwa yang dimaksud Hiwalah adalah:
Akad yang mengatur transfer utang dari beban seseorang menjadi beban orang lain.
 Ibrahim al-bajuri berpendapat bahwa Hiwalah adalah:
Transfer kewajiban dari beban yang mentransfer menjadi beban yang menerima transfer.
 Menurut Taqiyuddin, yang dimaksud Hiwalah adalah:
Transfer utang dari beban seseorang menjadi beban orang lain.
 Menurut Sayyid Sabiq, yang dimaksud dengan Hawalah adalah transfer dari tanggungan muhil menjadi tanggunggan muhal alaih.
 Idris Ahmad, Hiwalah adalah seperti akad (ijab qobul) transfer utang dari tanggungan seseorang yang berutang kepada orang lain, dimana orang lain itu memiliki utang pula kepada yang memindahkan.

B. DASAR HUKUM Hawalah
Hiwalah dibolehkan berdasarkan Sunnah dan Ijma:
1. Hadits
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairoh, bahwa Rasulullah saw, bersabda:
 Memperlambat pembayaran hukum yang dilakukan oleh orang kaya adalah perbuatan zalim. Jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang yang mudah membayar utang, maka hendaklah ia beralih (diterima pengalihan tersebut). (HR Jamaah)
Pada hadits ini Rasulullah memerintahkan kepada orang yang menghutangkan, jika orang yang berutang menghiwalahkan kepada orang yang kaya dan berkecukupan, hendaklah ia menerima hiwalah tersebut, dan harus ia mengikuti (menagih) kepada orang yang dihiwalahkannya (muhal'alaih), dengan demikian hakknya dapat terpenuhi (dibayar).
Kebanyakan pengikut mazhab Hambali, Ibnu Jarir, Abu Tsur dan Az lahiriyah berpendapat: bahwa hukumnya wajib bagi yang menghutangkan (da'in) menerima hiwalah, dalam rangka mengamalkan perintah ini. Sedangkan jumhur ulama berpendapat: perintah itu bersifat sunnah.
2. Ijma
Para ulama sepakat memungkinkan Hawalah. Hawalah dibolehkan pada utang yang tidak berbentuk barang / benda, karena Hawalah adalah perpindahan utang, oleh sebab itu harus pada utang atau kewajiban finansial.

C. RUKUN Hawalah
Menurut mazhab Hanafi, rukun hiwalah hanya ijab (pernyataan melakukan hiwalah) dari pihak pertama, dan qabul (penyataan menerima hiwalah) dari pihak kedua dan pihak ketiga.
Menurut mazhab Maliki, Syafi'i dan Hambali rukun hiwalah ada enam yaitu:
Pihak pertama, muhil (المحيل):
Yakni orang yang berutang dan sekaligus berpiutang,
Pihak kedua, muhal atau muhtal (المحتال و االمحال):
Yakni orang berpiutang kepada muhil.
Pihak ketiga muhal 'alaih (عليه المحال):
Yakni orang yang berutang kepada muhil dan wajib membayar utang kepada muhtal.
 Ada utang pihak pertama pada pihak kedua, muhal bih (به المحال):
Yakni hutang muhil kepada muhtal.
 Ada hutang pihak ketiga kepada pihak pertama
Utang muhal alaih kepada muhil.
 Ada sighoh (pernyataan hiwalah).

D. PERSYARATAN Hawalah
Persyaratan Hawalah ini terkait dengan Muhil, Muhal, Muhal Alaih dan Muhal Bih.
 Persyaratan yang terkait dengan Muhil, ia disyaratkan harus, pertama, berkemampuan untuk melakukan akad (kontrak). Hal ini hanya dapat dimiliki jika ia berakal dan baligh. Hawalah tidak sah dilakukan oleh orang gila dan anak kecil karena tidak bisa atau belum bisa dipandang sebagai orang yang bertanggung secara hukum. Kedua, kerelaan Muhil. Ini disebabkan karena Hawalah mengandung pengertian kepemilikan sehingga tidak sah jika ia dipaksakan. Selain itu persyaratan ini diwajibkan para fukoha terutama untuk meredam rasa kekecewaan atau ketersinggungan yang mungkin dirasakan oleh Muhil ketika diadakan akad Hawalah.
Persyaratan yang terkait dengan Muhal. Pertama, Ia harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan kontrak. Ini sama dengan syarat yang harus dipenuhi oleh Muhil. Kedua, kerelaan dari Muhal karena tidak sah jika hal itu dipaksakan. Ketiga, ia bersedia menerima akad Hawalah.
Persyaratan yang terkait dengan Muhal Alaih. Pertama, sama dengan syarat pertama bagi Muhil dan Muhal yaitu berakal dan balig. Kedua, kerelaan dari hatinya karena tidak bisa dipaksakan. Ketiga, ia menerima akad Hawalah dalam acara atau di luar acara.
Persyaratan yang terkait dengan Muhal Bih. Pertama, ia harus berupa hutang dan hutang itu merupakan tanggungan dari Muhil kepada Muhal. Kedua, utang tersebut harus berbentuk hutang lazim artinya bahwa utang tersebut hanya bisa dihilangkan dengan pelunasan atau penghapusan [5].
E. JENIS-JENIS Hawalah
Ada dua jenis Hawalah yaitu Hawalah muthlaqoh dan Hawalah Muqoyyadah.
Hawalah Muthlaqoh terjadi jika orang yang berhutang (orang pertama) kepada orang lain (orang kedua) mengalihkan hak penagihannya kepada pihak ketiga tanpa didasari pihak ketiga ini berutang kepada orang pertama. Jika A berutang kepada B dan A mengalihkan hak penagihan B ke C, sementara C tidak punya hubungan utang pituang kepada B, maka Hawalah ini disebut Muthlaqoh. Ini hanya dalam madzhab Hanafi dan Syiah sedangkan jumhur ulama mengklasifikasikan jenis Hawalah ini sebagai kafalah.
Hawalah Muqoyyadah terjadi jika Muhil mengalihkan hak penagihan Muhal kepada Muhal Alaih karena yang terakhir punya hutang kepada Muhal. Inilah Hawalah yang dapat (jaiz) berdasarkan kesepakatan para ulama.
Ketiga madzhab selain madzhab hanafi berpendapat bahwa hanya memungkinkan Hawalah muqayyadah dan menyariatkan pada Hawalah muqayyadah agar utang muhal kepada muhil dan utang muhal alaih kepada muhil harus sama, baik sifat maupun jumlahnya. Jika sudah sama jenis dan jumlahny, maka sahlah hawalahnya. Tetapi jika salah satunya berbeda, maka Hawalah tidak sah.
Hawalah Haq
Hawalah ini adalah transfer piutang dari satu piutang kepada piutang yang lain dalam bentuk uang bukan dalam bentuk barang. Dalam hal ini yang bertindak sebagai Muhil adalah pemberi utang dan ia mengalihkan haknya kepada pemberi utang yang lain sedangkan orang yang berutang tidak berubah atau berganti, yang berganti adalah piutang. Ini terjadi jika piutang A memiliki utang kepada piutang B.
Hawalah dayn
Hawalah ini adalah transfer utang kepada orang lain yang memiliki utang kepadanya. Ini berbeda dari Hawalah Haq. Pada hakekatnya Hawalah dayn sama pengertiannya dengan Hawalah yang telah dijelaskan di depan.
F. HAKIKAT Hawalah
            Kalangan Hanafiah dan Malikiah berpendapat bahwa Hawalah adalah pengecualian dalam transaksi jual beli, yakni menjual utang dengan utang. Hal ini karena manusia sangat membutuhkannya. Hal ini juga merupakan pendapat yang paling dianggap sahih di kalangan Syafiiah dan juga menurut salah satu riwayat di kalangan Hanabilah. Dasarnya adalah Hadist yang artinya: jika salah seorang dari kamu sekalian dipindahkan hutangnya kepada orang kaya, maka terimalah (HR.Bukhari dan Muslim)
            Yang sahih menurut Hanabilah bahwa Hawalah adalah murni transaksi irfaq (bermanfaat) bukan yang lainnya.
Ibnu al-Qayyim berkata, Kaidah-kaidah syara mendukung dibolehkannya Hawalah, dan ini sesuai dengan qiyas


G. UNSUR kerelaan DALAM Hawalah
1. Kerelaan Muhal
Mayoritas ulama Hanafiah, Malikiah dan Syafiiah berpendapat bahwa kerelaan muhal (orang yang menerima transfer) adalah hal yang wajib dalam Hawalah karena utang yang ditransfer adalah haknya, maka tidak dapat dipindahkan dari tanggungan satu orang ke yang lainnya tanpa kerelaannya. Demikian ini karena solusi tanggungan itu berbeda-beda, bisa mudah, sulit, cepat dan tertunda-tunda.
Hanabilah berpendapat bahwa jika muhal alaih (orang yang berhutang kepada muhil) itu mampu membayar tanpa menunda-nunda dan tidak membangkang, muhal (orang yang menerima transfer) wajib menerima transfer itu dan tidak diisyaratkan adanya kerelaan darinya. Mereka mendasarkan hal ini kepada hadist yang telah diseutkan di atas.
Alasan mayoritas ulama tentang tidak adanya kewajibanmuhal (orang yang menerima transfer) untuk menerima Hawalah adalah karena muhal alaih kondisinya berbeda-beda ada yang mudah membayar dan ada yang menunda-nunda pembayaran. Dengan demikian, jika muhal alaih mudah dan cepat membayar hutangnya, dapat dikatakan bahwa muhal wajib menerima Hawalah. Namun jika muhal alaih termasuk orang yang sulit dan suka menunda-nunda memayar hutangnya, semua ulama berpendapat muhal tidak wajib menerima Hawalah.
2. Kerelaan Muhal Alaih
Mayoritas ulama Malikiah, Syafiiah dan Hanabilah berpendapat bahwa tidak ada syarat kerelaan muhal alaih, ini berdasarkan hadist yang artinya: jika alah seorang diantara kamu sekalian dipindahkan hutangnya kepada orang kaya, ikutilah (terimalah). (HR.Bukhari dan Muslim). Selain itu, hak ada pada muhil dan ia bisa menerimanya sendiri atau mewakilkan kepada orang lain.
Hanafiah berpendapat bahwa diisyaratkan adanya kerelaan muhal alaih karena setiap orang memiliki sikap yang berbeda dalam menyelesaikan urusan utang piutangnya, maka ia tidak wajib dengan sesuatu yang bukan menjadi kewajibannya.
Pendapat yang rajih (valid) adalah tidak disyaratkan adanya kerelaan muhal alaih. Dan muhal alaih akan membayar hutangnya dengan jumlah yang sama kepada siapa saja dari keduanya.




H. BEBAN MUHIL SETELAH Hawalah
Ketika Hawalah arah sah, dengan sendirinya tanggung jawab muhil gugur. Andaikata muhal alaih mengalami kebangkrutan atau membantah Hawalah atau meninggal dunia, maka muhal tidak bisa kemali lagi kepada muhil, hal ini adalah pendapat ulama jumhur.
Menurut madzhab Maliki, bila muhil telah menipu muhal, ternyata muhal alaih orang fakir yang tidak memiliki sesuatu apapun untuk membayar, maka muhal bisa kembali lagi kepada muhil. Menurut imam Malik, orang yang menghawalahkan utang kepada orang lain, kemudian muhal alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia dan ia belum membayar kewajiban, maka muhal tidak dapat kembali kepada muhil.
Abu Hanifah, Syarih dan Ustman berpendapat bahwa dalam kondisi muhal alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia, maka orang yang menghutangkan (muhal) kembali lagi ke muhil untuk menagihnya.
I. PERINGKAT HUKUM Hawalah
Pertama, jika Hawalah telah disetujui oleh semua pihak maka tanggungan Muhil menjadi gugur dan ia kini bebas dari kecanduan utang. Demikian menurut jumhur ulama. Kedua, dengan ditandatanganinya akad Hawalah, maka hak penagihan Muhal ini telah dipindahkan ke Muhal alaih. Dengan demikian ia memiliki wilayah penagihan kepadanya.
J. BERAKHIRNYA AKAD Hawalah
Akad Hawalah akan berakhir oleh hal-hal berikut ini.
Karena dibatalkan atau fasakh. Ini terjadi jika akad Hawalah belum dilaksanakan sampai tahapan akhir lalu difasakh. Dalam kondisi ini hak penagihan dari Muhal akan kembali lagi kepada Muhil.
Hilangnya hak Muhal Alaih karena meninggal dunia atau bangkrut atau ia mengingkari adanya akad Hawalah sementara Muhal tidak dapat menghadirkan bukti atau saksi.
Jika Muhal alaih telah melaksanakan kewajibannya kepada Muhal. Ini berarti akad Hawalah benar-benar telah dipenuhi oleh semua pihak.
Meninggalnya Muhal sementara Muhal alaih mewarisi harta Hawalah karena pewarisan merupakah salah satu sebab kepemilikan. Jika akad ini Hawalah muqoyyadah, maka berakhirlah sudah akad Hawalah itu menurut madzhab Hanafi.
Jika Muhal menghibahkan atau menyedekahkan harta Hawalah kepada Muhal Alaih dan ia menerima hibah tersebut.
Jika Muhal menghapusbukukan kewajiban membayar hutang kepada Muhal Alaih.